Sabtu, 22 Oktober 2016

FARMASI DAN DOKTER

Dokter dan farmasis. Keduanya adalah profesi di bidang kesehatan. Dokter yang mendiagnosa penyakit dan farmasis yang meresepkan obat. Tapi pada kenyataannya keduanya sepertinya berbeda di pandangan masyarakat. Saya pun sering mendengar perbincangan dari beberapa orang.
Orang I : “anaknya kuliah dimana?”
 Orang II : “Kedokteran”
Orang I : ( Wajahnya terperangah) “bagusnya itu. Nanti bisa jadi dokter.”
Kalau kuliah ambil kedokteran,pasti akhirnya akan jadi dokter. Kebanyakan anak indonesia kalau ditanya tentang cita-citanya pasti menjawab ‘ dokter’. Tak jarang pula kita dengar bahwa dokter adalah cita-cita sejuta umat. Lantas siapa yang jadi pasiennya kalau semua pengen jadi dokter? Saat ini, sebagian masyarakat mengagung-agungkan seorang dokter. Seolah-olah hanya dokter yang jadi kebanggaan mereka. Seakan hanya dokter sebagai profesi di bidang kesehatan. Dokter,dokter dan dokter.
Semuanya kembali ke dokter. Bahkan, pada kemasan obat juga tertera tulisan ‘ jika sakit berkelanjutan silahkan kunjungi dokter’. Jadi,ujung-ujungnya kembali ke dokter. Bagi sebagian orang menganggap hanya dokter yang dapat menolongnya saat sakit. Hanya dokter profesi kesehatan di Indonesia. Hanya dokter yang begitu dihargai oleh masyarakat. Hanya dokter yang bisa mampu bahagia tujuh turunan.
Seakan hanya dokter yang dipandang dengan dua mata. sering juga ada perbincangan yang membicarakan seorang farmasis.
 Orang I: “ kalau  farmasis dan apoteker,kerjanya apa?”
 Orang  II : “ bikin obat dan jualan obat di apotik”
 Banyak yang menganggap bahwa farmasis hanya bisa jualan obat di apotik. Duduk menunggu pelanggan, memberikan obat, memberitahukan harga, dan duduk kembali menuggu pelanggan berikutnya. Apa hanya itu keahlian dari seorang farmasis? Tentu tidak. Kalau hanya itu, semua orang juga bisa. Tentunya sebagai seorang farmasis, membantah hal tersebut.
Padahal, Farmasis bukan hanya bisa membuat obat atau jual obat. Itu hanya sebagian kecil dari keahlian dari seorang farmasis apoteker bukan penjual obat, tapi seorang profesi profesional. Tapi, itulah yang nampaknya terjadi di kalangan masyarakat. Mereka menganggap apoteker sebagai penjual obat. Mereka tak pernah memikirkan bagaimana perjuangan seorang farmasis menyelesaikan studinya. Bagaimana Ketelitian, kesabaran, dan ketekunan dalam melakukan percobaan dan pembuatan sediaan-sediaan obat di laboratorium.
Sebagian orang menganggap farmasi hanya identik dengan obat saja. Padahal, itu tidak benar. Banyak mungkin yang tidak sadar dari bangun pagi  kita sudah menggunakan produk farmasi. Pada saat bangun tidur,menggosok gigi menggunakan pasta gigi, itu produk farmasi. Sabun produk farmasi. Makanan kemasan produk farmasi. Alat kosmetik juga produk farmasi dan masih banyak lagi. Jadi,secara sadar atau tidak sadar kehidupan kita bergantung pada farmasi.
Seharusnya tidak terjadi perbedaan kasta antara dokter dan profesi kesehatan lainnya. Semua profesi sama dan tentunya ahli di bidangnya masing-masing. Dokter ahli dalam mendiagnosa penyakit. Farmasis ahli dalam menentukan obat yang cocok untuk pasien. perawat juga ahli dalam  meninjau proses penyembuhan pasien. tapi pada kenyataannya,apa yang terjadi? Dokter hanya ada beberapa jam di rumah sakit.
Setelah itu,kembali ke rumahnya dan membuka praktiknya. Bukan hanya itu, jika ada pasien yang datang dapat dilihat ada lemari kaca yang berisi berbagai obat. Orang tentunya bisa bingung ini praktik atau apotik. Seorang farmasis tentunya merasa tidak adil. Obat adalah wewenang dari seorang farmasis. Kalau masalah penyakit,yah memang itu keahlian dokter. Seharusnya masing-masing menggeluti pada keahlian sendiri.  Kedua profesi tersebut sebenarnya saling melengkapi. Apa jadinya dokter tanpa ahli farmasis? Apa jadinya pula farmasis tanpa ada seorang dokter? Keduanya tak mungkin dipisahkan. Kini saatnya untuk menciptakan relasi dari seorang dokter dan  farmasis agar keduanya menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Seorang dokter dan farmasis seharusnya bisa bekerja sama dalam menjalankan tugasnya. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar